Jumat, 20 April 2012

Menelusuri Jejak Anoa Di Bukit Tompotika



Oleh : Broysman Anasim 


ANOA adalah jenis hewan genera bubalus yang mirip seperti kerbau, merupakan deretan satwa langka yang dilindungi pemerintah. Hewan endemic Sulawesi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia.
Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.
Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi). Panjang tubuhnya sekitar 155 cm dengan tinggi sekitar 80 cm. Tanduk anoa dataran rendah panjangnya 45 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah mencapai 300 kg.
Anoa dataran rendah dapat hidup hingga mencapai usia 30 tahun yang matang secara seksual pada umur 2-3 tahun. Anoa betina melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan. Masa kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia.
Anoa dataran rendah hidup dihabitat mulai dari hutan pantai sampai dengan hutan dataran tinggi dengan ketinggian 1000 mdpl. Anoa menyukai daerah hutan ditepi sungai atau danau mengingat satwa langka yang dilindungi ini selain membutuhkan air untuk minum juga gemar berendam ketika sinar matahari menyengat.
Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) sering disebut juga sebagai Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa pegunungan disebut Bubalus quarlesi.
Anoa pegunungan mempunyai ukuran tubuh yang lebih ramping dibandingkan anoa datarn rendah. Panjang tubuhnya sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg. Anoa pegunungan berusia antara 20-25 tahun yang matang secara seksual saat berusia 2-3 tahun.
Seperti anoa dataran rendah, anoa ini hanya melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan yang berkisar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolismenya.
Kedua jenis hewan langka ini, sejak tahun 1960 sering menjadi sasaran perburuan manusia, untuk dimakan dagingnya, tanduk dan kulitnya dijual untuk keperluan aksesoris dan perlengakapan yang terbuat dari kulit, seperti tas ikat pinggang dan dompet. Tak heran jika populasi spesies ini semakin langka. Oleh karena itu, sejak tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi “Terancam Punah” (Endangered; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”.
Sejak itu, Hewan tersebut mulai jarang terlihat oleh manusia. Apalagi, Satwa liar ini hidupnya sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. karakternya yang ganas, muda terusik dan gampang menyerang makluk lain di sekitarnya, membuat sebagian warga menyakini bahwa hewan tersebut merupakan hewan peliharaan mahluk gaip penunggu hutan belantara.
Seakan telah musnah dari jagad raya, hewan tersebut mulai luput dari pembicaraan warga. Anak-anak dan remaja saat ini, hanya mengenal sosok hewan endemic sulawesi ini melalui gambar kusam dan cerita-cerita masa lalu.
Namun, pertengahan tahun 2011 lalu, hewan langka yang konon kabarnya hanya hidup di kawasan hutan propinsi Sulawesi tenggara dan propinsi Sulawesi Tengah mulai terelihat. Seperti halnya di sekitar kawasan hutan bukit Tompotika. Oleh beberapa warga, hewan terlihat, bahkan sampai di daerah perkebunan yang tak jauh dari pemukiman warga.
Penelusuran Penulis di salah satu desa yang berada di kaki bukit Tompotika Kabupaten Banggai, beberapa warganya mengakui, pernah melihat hewan mirip seperti  kerbau dengan ciri berbulu tebal warna coklat gelap, dengan tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih.
Menurut mereka, Hewan tersebut, cenderung terlihat di pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari. Hewan ini sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam.
Biasanya Tanduknya digunakan untuk menyibak tanaman dan semak-semak atau menggali tanah Benjolan permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi, sedangkan pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan dalam upaya untuk melukai lawan. Dan sering hewan ini mengeluarkan suara seperti sapi “moo”.
Berbagai pengalaman menarik dengan Anoa juga di ceritakan warga, antara lainnya yaitu Hemanto warga desa Labotan Kecamatan Lamala, mengungkapkan pengalamanya bertemu dengan Anoa, ketika dia mengecek kawanan sapinya di sekitar padang rumput yang tak jauh dari pemukiman warga. Hewan tesebut, terlihat berada di antara kerumunan kawanan sapinya.
Pengalaman lainya juga di ungkapkan Sugeng Warga desa Nipa Kalimoa Kecamatan Bualemo, yang menceritakan, ketika dia hendak berjalan untuk mencari rotan di kawasan kaki bukit Tompotika, Hewan seperti kerbau itu muncul dari arah semak-semak dan langsung menyerang dengan mengarakan tanduk runcingnya ke bagian bokongnya, hingga ia terepental dan terjatuh. Beruntung beberapa warga yang berada tak jauh dari tempat itu, cepat menolongnya dengan mengusir Anoa itu, sehingga nyawanya pun terselamatkan.
Dari berbagai penuturan pengalaman warga di sekitar bukit timpotika, terungkap bahwa Hewan langka yang hampir punah itu “masih ada”, dan bahkan Pemerintah Indonesia juga memasukkan anoa sebagai salah satu satwa yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Namun kesadaran untuk menjaga dan melestarikannya adalah tugas dan tangung jawab kita bersama. ***

0 komentar:

Posting Komentar