Oleh : Broysman Anasim
ANOA adalah jenis hewan genera bubalus yang mirip seperti
kerbau, merupakan deretan satwa langka yang dilindungi pemerintah. Hewan
endemic Sulawesi ini terdiri atas dua spesies
(jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah
(Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang
dijamah manusia.
Anoa Dataran Rendah (Bubalus
depressicornis) sering disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang
mirip kerbau, tetapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar
kambing. Spesies bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.
Anoa dataran rendah (Bubalus
depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk
dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi).
Panjang tubuhnya sekitar 155 cm dengan tinggi sekitar 80 cm. Tanduk anoa
dataran rendah panjangnya 45 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah
mencapai 300 kg.
Anoa dataran rendah dapat
hidup hingga mencapai usia 30 tahun yang matang secara seksual pada umur 2-3
tahun. Anoa betina melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan. Masa
kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya
hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga
tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia.
Anoa dataran rendah hidup
dihabitat mulai dari hutan pantai sampai dengan hutan dataran tinggi dengan
ketinggian 1000 mdpl. Anoa menyukai daerah hutan ditepi sungai atau danau
mengingat satwa langka yang dilindungi ini selain membutuhkan air untuk minum
juga gemar berendam ketika sinar matahari menyengat.
Anoa pegunungan (Bubalus
quarlesi) sering disebut juga sebagai Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa
de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa pegunungan
disebut Bubalus quarlesi.
Anoa pegunungan mempunyai
ukuran tubuh yang lebih ramping dibandingkan anoa datarn rendah. Panjang
tubuhnya sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa
pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg. Anoa
pegunungan berusia antara 20-25 tahun yang matang secara seksual saat berusia 2-3
tahun.
Seperti anoa dataran rendah,
anoa ini hanya melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan yang berkisar
9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun
telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat
bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa pegunungan berhabitat di
hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang
anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang
diperlukan dalam proses metabolismenya.
Kedua jenis hewan langka
ini, sejak tahun 1960 sering menjadi sasaran perburuan manusia, untuk dimakan
dagingnya, tanduk dan kulitnya dijual untuk keperluan aksesoris dan
perlengakapan yang terbuat dari kulit, seperti tas ikat pinggang dan dompet.
Tak heran jika populasi spesies ini semakin langka. Oleh karena itu, sejak
tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam binatang dengan status
konservasi “Terancam Punah” (Endangered; EN) atau tiga tingkat di bawah
status “Punah”.
Sejak itu, Hewan tersebut
mulai jarang terlihat oleh manusia. Apalagi, Satwa liar ini hidupnya sering
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. karakternya yang ganas, muda
terusik dan gampang menyerang makluk lain di sekitarnya, membuat sebagian warga
menyakini bahwa hewan tersebut merupakan hewan peliharaan mahluk gaip penunggu
hutan belantara.
Seakan telah musnah dari
jagad raya, hewan tersebut mulai luput dari pembicaraan warga. Anak-anak dan
remaja saat ini, hanya mengenal sosok hewan endemic sulawesi ini melalui gambar
kusam dan cerita-cerita masa lalu.
Namun, pertengahan tahun
2011 lalu, hewan langka yang konon kabarnya hanya hidup di kawasan hutan
propinsi Sulawesi tenggara dan propinsi Sulawesi Tengah mulai terelihat.
Seperti halnya di sekitar kawasan hutan bukit Tompotika. Oleh beberapa warga,
hewan terlihat, bahkan sampai di daerah perkebunan yang tak jauh dari pemukiman
warga.
Penelusuran Penulis di salah
satu desa yang berada di kaki bukit Tompotika Kabupaten Banggai, beberapa
warganya mengakui, pernah melihat hewan mirip seperti kerbau dengan ciri berbulu tebal warna coklat
gelap, dengan tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih.
Menurut mereka, Hewan
tersebut, cenderung terlihat di pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari.
Hewan ini sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok,
dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam.
Biasanya Tanduknya digunakan
untuk menyibak tanaman dan semak-semak atau menggali tanah Benjolan permukaan
depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi, sedangkan pada saat
perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan dalam upaya
untuk melukai lawan. Dan sering hewan ini mengeluarkan suara seperti sapi
“moo”.
Berbagai pengalaman menarik
dengan Anoa juga di ceritakan warga, antara lainnya yaitu Hemanto warga desa
Labotan Kecamatan Lamala, mengungkapkan pengalamanya bertemu dengan Anoa,
ketika dia mengecek kawanan sapinya di sekitar padang rumput yang tak jauh dari
pemukiman warga. Hewan tesebut, terlihat berada di antara kerumunan kawanan
sapinya.
Pengalaman lainya juga di
ungkapkan Sugeng Warga desa Nipa Kalimoa Kecamatan Bualemo, yang menceritakan,
ketika dia hendak berjalan untuk mencari rotan di kawasan kaki bukit Tompotika,
Hewan seperti kerbau itu muncul dari arah semak-semak dan langsung menyerang
dengan mengarakan tanduk runcingnya ke bagian bokongnya, hingga ia terepental
dan terjatuh. Beruntung beberapa warga yang berada tak jauh dari tempat itu,
cepat menolongnya dengan mengusir Anoa itu, sehingga nyawanya pun
terselamatkan.
Dari berbagai penuturan pengalaman warga di sekitar bukit
timpotika, terungkap bahwa Hewan langka yang hampir punah itu “masih ada”, dan
bahkan Pemerintah Indonesia juga memasukkan anoa sebagai salah satu satwa yang
dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Namun kesadaran untuk menjaga
dan melestarikannya adalah tugas dan tangung jawab kita bersama. ***
0 komentar:
Posting Komentar