Oleh : Broysman Anasim
Akifitas penambang emas secara tradisional di Desa Arga Kencana Kecamatan
Toili, saat ini semakin menggila. Kilauan emas seakan telah menutup
mata para penambang, hingga tak perduli lokasi penambangannya yang telah
merambat ke kawasan pemukiman warga dan tempat ibadah.
Akifitas penambang emas secara tradisional di Desa Arga Kencana
Kecamatan Toili, saat ini semakin menggila. Kilauan emas seakan telah
menutup mata para penambang, hingga tak perduli lokasi penambangannya
yang telah merambat ke kawasan pemukiman warga dan tempat ibadah.
EMAS, logam kuning berharga ekonomis sangat tinggi, membuatnya jadi
idola. Sifatnya yang lunak dan mudah ditempa menjadi alasan mengapa
logam ini sering dijadikan perhiasan favorite terutama bagi kaum wanita.
Maka tak heran, butiran-bitiran ini sering menjadi sasaran perburuan
warga.
Banyak cara untuk mendapatkan emas, mulai dari cara tradisional dengan
menggali lubang berbentuk terowongan atau dengan cara mengikis perlahan
bongkahan gunung, untuk mendapatkan pasir yang kemudian akan diayak dan
disaring, hingga meninggalkan butiran pasir yang diperkirakan
mengandung emas.
Di Desa Arga Kencana Kecamatan Toili Kabupaten Banggai, areal
penambangan si logam kuning, kabanyakan di lakukan dengan cara
berkelompok (team), cara ini dimaksud agar bisa saling berbagi rejeki,
serta dapat mengurangi kesenjangan diantara kerabat sekaligus mengurangi
resiko lahan jatuh ketangan orang lain.
Pembagian tugas biasanya dilakukan berdasarkan pada usia para penambang,
yang berusia relatif muda bertugas aktif dalam lubang galian. Sedangkan
yang berusia relatif tua mempunyai 2 tugas, yaitu sebagai pengawas
lokasi sekitar lubang galian untuk memastikan keamanan para penambang.
Hal ini dikarenakan galian tambang tradisional sangat rawan longsor. Dan
yang kedua sebagai pengumpul butiran pasir hasil saringan.
Cara penambangan para pemburuh emas di kecamatan Toili, dilakukan secara
bertahap untuk dapat membuat lubang ukuran sekitar 8x8 meter, dengan
kedalaman yang bervariasi sampai ditemukannya tanah berpasir, yang dapat
di kelola untuk mendapatkan butiran emas
Pengelolaan area pertambangan juga dilakukan secara berpindah-pindah
dari satu titik lubang galian ke titik lubang lainnya, sehingga tak
heran saat ini para penambangan emas mulai merambat ke sekitar pemukiman
warga di Desa Argakencana Kecamatan Toili.
keganasan para pemburu emas juga terlihat, dari aktifitas galian mereka
yang telah mengancam hilangnya beberapa sarana dan prasarana umum di
desa tersebut, seperti, jalan raya, sekolah, dan bahkan tempat-tempat
ibadah.
Tak hanya itu, dampak buruk lain akibat penambangan emas juga mulai
terlihat di beberapa tempat aliran air, seperti di selokan, parit, kolam
dan sungai, yang kini telah bercampur lumpur hingga berubah warna
menjadi kecoklatan, yang disebabkan oleh sisa proses olahan.
Belum lagi limbah bekas proses pengolahan yang di duga bercampur merkuri
itu, banyak digunakan penambang emas tradisional atau penambang emas
tanpa izin, untuk memproses biji emas, yang sangat beresiko tinggi,
serta dapat mengancam keselamatan warga.
Memang pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan pertambangan
tradisional serta dampak buruknya. Negara sejatinya telah mengatur dalam
UU Nomor 4 tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan
instruksi Kepres tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah Pertambangan
Tanpa Izin dengan memerintahkan menteri-menteri, beserta Jaksa Agung,
Kapolri, Gubernur dan Bupati, untuk segera melakukan upaya-upaya
penanggulangan masalah dan penertiban serta penghentian segala bentuk
kegiatan pertambangan tanpa izin, secara fungsional dan menyeluruh
sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing.
Namun intruksi itu seakan jauh panggang dari api. Koordinasi antara
pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan segala bentuk kegiatan
pertambangan tanpa izin, yang dapat membawa malapetaka seakan terputus.
Para pemburu emas di kecamatan Toili, bahkan semakin meraja lelah. **
0 komentar:
Posting Komentar